Dompu, Pejuangmuda.com – Teh Kelor dengan tiga brand merk yakni, Moringa Kidom, Sasambodom dan Morikai bukanlah mama yang asing lagi bagi masyarakat NTB. Yakni minuman teh celup dari bahan alami daun kelor yang diproduksi oleh CV. Tri Utami Jaya milik Nasrin H. Muhtar di Mataram NTB.
Proses pembuatannya higienis dengan mesin berkualitas yang ia beli seharga Rp. 200 juta dari China. Mesin ini mampu memproduksi hingga 25 ribu sachet teh celup setiap harinya.
Kemasan produk ini juga sangat elegan. Ada yang menggunakan kaleng cantik berisi 150 gram. Ada pula yang dikemas di dalam kotak (box) berisi 10, 15, 20 dan 25 sachet.
”Yang 25 sachet sejak 2016 masuk hotel sebagai menu welcome drink di kamar dalam hotel di Mataram dan Sekotong Lombok Barat,” kata pria asal Desa Malaju Kecamatan Kilo Kabupaten Dompu yang sejak tahun 90-an mulai menggeluti usaha jamu di Kota Makassar Sulawesi Selatan ini.
Harganya pun bervariasi. Kemasan 10 sachet ia jual dengan harga Rp. 20 ribu. Yang 15 sachet Rp. 30 ribu. Kemasan isi 20 sachet harga Rp. 50 ribu dan kemasan kaleng 25 sachet harga Rp. 75 ribu. Brosur dalam kemasan menggunakan 5 (lima) bahasa yakni Indonesia, Arab, Inggris, China dan Jepang.
Kini, produk teh celup daun kelor milik Nasrin pemasarannya bukan hanya di seluruh kabupaten/kota di Provinsi NTB saja. Melainkan telah merambah ke sejumlah kota besar di Nusantara hingga ke mancanegara.
“Sudah diekspor ke 13 negara. Juga menjadi barang bawaan para pelancong dan diaspora (orang Indonesia yang menetap di luar negeri,red) sebagai oleh-oleh,” sebutnya.
Nasrin kemudian mengemukakan khasiat dari teh kelor ini. Secara umum daun dari tanaman bernama latin Moringa Oleifera mengandung 3 (tiga) khasiat yang utama. Pertama meningkatkan imunitas tubuh; kedua, berfungsi sebagai detox yang mengeluarkan racun dalam tubuh; dan ketiga memproduksi bakteri yang menguntungkan bagi tubuh.
”Ini saling berkaitan. Kalau imunitas tubuh kita baik, racun dalam tubuh berkurang, dan bakteri yang menguntungkan itu banyak, maka tubuh kita pasti sehat,” jelasnya sebagaimana dikutip dari lomboknews.com .
Ia mengatakan khasiat kelor sebelumnya dikenal di negeri Belanda guna menjaga kesehatan jantung, kolestelor, hipertensi, kanker prostat, kista, miom (semacam tumor jinak), kanker rahim dan kanker otak.
”Juga bisa untuk menambah ASI, vitalitas (stamina), kecerdasan otak, stunting, ” tuturnya.
Lebih lanjut ia menerangkan sejak Tahun 2020 tidak hanya teh kelor tapi juga menghasilkan masker wajah sebagai masker kecantikan, sabun kopi kelor, dan biskuit kelor.
Sejak September 2020, Nasrin mulai membangun pabrik yang memiliki standar CPOTB (Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik) dan standar internasional produk makanan HACCP (Hazard Analysis & Critical Control Point), Ukuran pabrik 190 meter persegi dua lantai dengan luas bangunan keseluruhannya 300 m2. Teh Moringa ini juga telah mrmiliki sertifikat halal dari MUI dan terdaftar di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) Kemenkumham RI.
Untuk mendukung usahanya tersebut, Nasrin memiliki kebun kelor di kampung halamannya di Kilo Kabupaten Dompu. Sekarang ini sudah ada 100 hektar. Seterusnya ia akan mengembangkan lahan budi dayanya se NTB kurang lebih 150 hektar.
Nasrin mengatakan usaha teh kelor ini selama ini diekspor dalam bentuk bubuk kering, daun kering dan produk jadi. Ada beberapa keunggulan yang dimiliki oleh produknya. Di antaranya produk ini adalah teh kelor pertama yang sudah terbit POM TR-nya di Indonesia, memiliki stok bahan baku budidaya paling banyak dan telah memiliki sarana dan prasarana memadai.
Bagaimanakah ia mengawali produksi teh kelor ?
Nasrin mengisahkan pada tahun 2016 silam ia mendapatkan orderan satu ton bubuk kelor setiap bulan. Waktu itu sekilogram kelor dihargai Rp 100 ribu. Ia diberi persekot uang Rp. 25 juta sebagai modal untuk mendapatkan orderan daun kelor dalam skala besar itu.
”Setelah saya peroleh daun kelor yang diorder dan diolah dalam bentuk bubuk, orangnya tidak muncul. Dari situlah saya mendapatkan ide untuk memproduksi teh kelor,” katanya.
Dari orang Jerman itu pula Nasrin mendapatkan informasi ada 300 manfaat kelor untuk kesehatan. Itulah yang menginisiasi dan memotivasi dirinya memproduksi teh kelor itu.
Mengapa dijadikan teh dan tidak dijadikan jamu ?
“Kalau dibuat jamu ada kendala,” ujarnya.e
Pertama jamu kesannya sebagai minuman jadul sejak zaman kolonial. Kedua, walaupun manis tapi dianggap pahit. Ketiga, orang minum jamu ingin langsung sembuh. Keempat pengurusan izin produksi jamu lebih susah.
“Teh bisa dikonsumsi oleh kaum milenal maupun orang tua, tidak ada pikiran pahi, paling sepet dan kalau diminum ada khasiatnya itu bonus. Dan yang tidak kalah pentingnya regulasi mudah karena tergolong PIRT bisa dijual. Maka produksi dalam kemasan kaleng isi 150 gram. Merek Teh Moringa Sasambo. Berjalan satu ton habis. Malah permintaan pasar terus meningkat,” ungkap Nasrin. (*)